Entri Populer

Senin, 17 Oktober 2011

KAJIAN EVALUASI INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

EXECUTIVE SUMMARY

KATA PENGANTAR
Penelitian Kajian Evaluasi Investasi Penanaman Modal Asing dan
Penanaman Modal Dalam Negeri ini merupakan hasil kerjasama antara
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur dengan Tim
dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember.
Ringkasan ini menunjukkan gambaran hasil evaluasi investasi
penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri secara
komprehensif. Untuk itu peneliti telah mampu penilaian terhadap kegiatan
tersebut melalui wawancara terstruktur dan penggunaan data-data
sekunder yang diharapkan dapat diterapkan melalui kebijakan-kebijakan
pemerintah yang memihak kepada masyarakat.
Suksesnya pelaksanaan penelitian ini, tiada pernah luput dari
dukungan berbagai pihak. Untuk itu tim peneliti menyampaikan banyak
terima-kasih kepada:
1. Bapak Gubernur Provinsi Jawa Timur beserta staff;
2. Bapak Rektor Universitas Jember;
3. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember;
4. Bapak Bupati Kabupaten Pasuruan beserta staff;
5. Bapak Bupati Kabupaten Malang beserta staff; dan
6. Ibu Bupati Kabupaten Tuban beserta staff.
Terkait dengan penelitian ini, kami Tim peneliti dari Universitas
Jember menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan kepada
semua pihak atas kelancaran pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
Tim Peneliti
RINGKASAN
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Malang, Tuban dan Pasuruan yang
bertujuan mengevaluasi pengaruh PMA dan PMDN terhadap pertumbuhan
ekonomi, pendapatan asli daerah, tenaga kerja dan poverty alleviation,
kondisi lingkungan, sosial, budaya dan perilaku masyarakat. Penelusuran
informan mempergunakan snowball. Metode fuzzy mathematic menganalisis
data primer dan data sekunder dianalisis secara komprehensif. Hasil
penelitian menunjukkan terjadi pertumbuhan ekonomi, penurunan
kemiskinan, dan peningkatan kondisi infrastruktur dan utilitas, namun
pelibatan masyarakat, kondisi lingkungan dan pelayanan sosial dasar
belum optimal.
Kata Kunci: PMA, PMDN, Evaluasi.
ABSTRACT
This research conducted in Malang, Tuban and Pasuruan Regency with aim
to evaluate PMA and PMDN influencing to economics growth, PAD, and
poverty alleviation, environmental condition, social, culture and society
behavior. Informan determinatin utilize snowball. Fuzzy mathematic
method used to analyse primary data and secondary data comprehensively
analysed. The result show improvement of economics growth, poorness
degradation, and improvement of infrastructure condition and utilities, but
society entangling, elementary social services and environment condition
isn’t optimal.
Key word: PMA, PMDN, Evaluation
A. JUDUL PENELITIAN
KAJIAN EVALUASI INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING
DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
B. LATAR BELAKANG
Pengaruh investasi (PMA dan PMDN) mempunyai arti penting
terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara atau wilayah. Mengingat
pentingnya investasi maka setiap negara berupaya membuat iklim investasi
yang kondusif dengan cara deregulasi dan debirokrasi, penyederhanaan
mekanisme perijinan untuk menarik minat investor menanamkan modalnya.
Dalam konteks Jawa Timur, perkembangan nilai investasi PMA dan
PMDN periode 1967 - September 2010 bersifat fluktuatif. Tahun 2006
terjadi peningkatan signifikan nilai investasi PMDN dibandingkan tahun
2005, namun turun tajam tahun 2007 dan tahun 2008. Tahun 2009 sampai
September 2010 jumlah investasi PMDN meningkat signifikan. Nilai
investasi PMA juga bersifat fluktuatif. Selama periode 2005 – September
2010, nilai investasi tertinggi terjadi tahun 2008 dan terendah tahun 2005.
Sampai September 2010, nilai investasi PMA tercatat US$ 1.411.750.000,
hampir sama dengan tahun 2006. Nilai investasi yang naik turun dan
dampaknya terhadap masyarakat secara sosial maupun ekonomi
membutuhkan analisis mendalam tentang faktor penyebab yang
mempengaruhi tingkat investasi PMA dan PMDN di Jawa Timur.
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan penelitian ini sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh PMA dan PMDN terhadap pertumbuhan ekonomi,
pendapatan asli daerah (PAD), tenaga kerja dan poverty alleviation di
Kabupaten Tuban, Pasuruan dan Malang?
2) Bagaimana pengaruh PMA dan PMDN terhadap PAD kondisi
lingkungan, sosial, budaya dan perilaku masyarakat di Kabupaten
Tuban, Pasuruan dan Malang?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum penelitian mengevaluasi PMA dan PMDN di
Kabupaten Tuban, Pasuruan dan Malang serta merumuskan model
pengembangan dan rancangan kebijakan investasi daerah di wilayah
Propinsi Jawa Timur.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Melakukan identifikasi dan menganalisis PMA dan PMDN terhadap
pertumbuhan ekonomi, PAD, tenaga kerja dan poverty alleviation di
Kabupaten Tuban, Pasuruan dan Malang.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis PMA dan PMDN terhadap kondisi
lingkungan, sosial, budaya dan perilaku masyarakat di Kabupaten
Tuban, Pasuruan dan Malang.
3. Merumuskan rancangan kebijakan pemerintah propinsi dalam
pengembangan investasi (PMA dan PMDN) yang dapat memotivasi
pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, penyerapan
tenaga kerja dan percepatan pengentasan kemiskinan.
E. METODE PENELITIAN
Kajian ini memfokuskan pada penelitian evaluasi. Evaluation
Research is a systematic application of social research procedures in assesing
the conceptualization and desain, implementation and utility of social
intervention program (P.H. ROSSI, 1982). Sesuai pendapat Rossi (1982)
bahwa penelitian evaluasi merupakan penelitian komprehensif, yaitu
pengkajian secara menyeluruh terkait dengan perencanaan program,
monitoring-evaluasi dan kajian tentang dampak. Oleh karenanya dalam kajian
ini metode yang dipergunakan adalah mix-method research.
Penelitian ini fokus pada evaluasi PMA dan PMDN terhadap struktur
ketenagakerjaan, perekonomian daerah dan pengentasan kemiskinan terutama
yang tengah dihadapi tenaga kerja dan masyarakat sekitar perusahaan serta
pengaruh investasi terhadap faktor lingkungan dan kondisi sosial masyarakat
lainnya. Sumber data utama penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data
statistik dan informasi. Data statistik berupa data nilai-investasi, penyerapan
tenaga kerja dan pendapatan daerah. Data ini di dapat dari instansi terkait,
seperti BPS, BPM dan Dinas terkait lainnya. Data primer dan sekunder juga
digunakan. Data primer dikumpulkan peneliti langsung dari sumber
pertama, sedangkan data sekunder merupakan data yang telah tersusun
dalam bentuk dokumen dan dikumpulkan dari sumber sekunder (Usman,
2003:56). Data informasi primer didapat dari responden yang dipilih secara
acak sederhana atau simple random sampling. Populasi dan sampel adalah
karyawan pada lini terendah di perusahaan serta masyarakat di sekitar
perusahaan beroperasi. Data primer selain digali dari responden --dalam
mendapatkan informasi tambahan dan juga melakukan cross-check dengan
data atau informasi yang di dapat dari responden— maka di gali pula
informasi dari tokoh masyarakat (pemuka agama, pemimpin politik lokal dan
pemimpin informal yang ada di masyarakat) dan aparat pemerintahan lokal
(Kepala Desa, Camat, Pamong Desa, Kepala Dinas dan Badan). Metode
pengumpulan data yang dipakai adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati fakta yang ada di lokasi penelitian
dan mencatat segala hal yang berkaitan dengan pola interaksi perusahaan
dengan tenaga kerja, pemerintah daerah dan masyarakat.
b. Metode Dokumentasi
Metode ini merupakan tehnik tambahan dalam melengkapi pengumpulan
data berkaitan dengan masalah yang diteliti.
c. Metode Wawancara
Metode ini digunakan untuk mencari data berhadapan langsung dengan
responden. Wawancara ini dipandu oleh daftar pertanyaan berstruktur.
Daftar pertanyaan ini ditujukan kepada responden pejabat dari dinas
lingkungan hidup, BPM, dinas perindustrian, dinas tenaga kerja, dan
perangkat desa lokasi perusahaan PMA dan PMDN beroperasi.
Metode analisis yang dipergunakan dalam kajian ini bersifat mix method, yaitu
analisis secara kuantitatif dan deskriptif-kualitatif.
a. Analisis kuantitatif, metode matematika sederhana digunakan dalam dua
tahap, yaitu:
Analisis dampak empiris (Empirical analysis of the effect of FDI)
1. Active function of overseas direct investment to economic growth
2. Disadvantageous influences of FDI
Penggunaan fuzzy mathematical evaluation model
a. Fuzzy mathematical theory
U {u ,u ,.......u.n} 1 2 = dan
{ } n U v ,v ,.......v. 1 2 =
Dimana U dan V menampilkan dua kelompok, dan seharusnya U merupakan
kelompok yang dihasilkan oleh factor evaluasi sedangkan V merupakan
kelompok yang dihasilkan oleh hasil evaluasi.
Dimana, X adalah the fuzzy subset dalam U, yang menampilkan faktor-faktor
evaluasi dan Y adalah the fuzzy subset dari V, yang menampilkan hasil
evaluation, and R adalah matrix.
b. Evaluasi secara komprehensif terhadap perusahaan PMA
Persamaan Fuzzy mathematics yang akan dituju:
(1)
Dimana * merupakan komposisi maks – min, hal ini berarti bahwa
( ij jk ) ik
j l
maks x r = y

142m4i3n ,
(2)
Dimana i ∈ I dan k sehingga persamaan matriks (1) melingkupi persamaan
simultan n x s dari (2). Pada saat dua komponen dari masing-masing
persamaan ditentukan dan salah satunya tidak diketahui, persamaan ini
merupakan fuzzy relation equation. Lama penelitian 8 bulan (mulai April
sampai Nopember 2010).
F. HASIL PENELITIAN
Kabupaten Malang
Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan wilayah ini adalah
tingkat pertumbuhan ekonomia yang diukur dari PDRB atas dasar harga
konstan 2000. Meski pertumbuhan pada 2008 masih tumbuh cukup tinggi,
namun ditinjau dari struktur produksi sektoral, pertumbuhan yang terjadi
kurang menggembirakan, mengingat melambatnya pertumbuhan sektor
industri pengolahan yang mempunyai keterkaitan hulu-hilir (backwardforward
) terbesar. Terlepas belum optimalnya angka pertumbuhan sektor
industri pengolahan, kecenderungan laju pertumbuhan yang terus meningkat
sejak 2001 sebenarnya memberi momentum yang baik bagi proses
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, momentum tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal. Dari sisi struktur produksi, belum
optimalnya pertumbuhan sektor industri menyebabkan kenaikan permintaan
konsumsi tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh produksi lokal.
Kesenjangan antara produksi dengan permintaan ini diisi oleh barangbarang
yang berasal dari daerah lain atau impor sebagaimana terindikasi
oleh kenaikan impor barang konsumsi dari daerah lain. Permasalahan lain
yang dihadapi sektor industri adalah mengalirnya barang-barang substitusi
yang berasal dari impor. Banyaknya barang impor dengan harga bersaing
telah mengurangi peluang produsen lokal dalam mengakomodasi kenaikan
permintaan. Selain itu, dunia usaha pada tahun ini masih terbebani tingginya
angka inflasi pada triwulan ketiga sebagai akibat kenaikan harga BBM pada
pertengahan tahun, kenaikan tarif dasar elpiji serta kenaikan upah buruh
yang pada gilirannya berpengaruh pada daya saing produk kabupaten ini.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan mendapat tantangan yang cukup
berat namun sektor ini tahun 2008 masih tumbuh 8,47 persen. Ini berarti
kembali mengalami pertumbuhan yang menggembirakan walau sedikit
melambat di banding sebelumnya yang mencapai 9,54 persen, dengan
demikian pertumbuhan sektor ini masih di atas angka rata-rata pertumbuhan
ekonomi tahun berjalan (5,76 persen). Kecenderungan melambatnya laju
pertumbuhan sektor industri ini terjadi pada subsektor barang dari kayu dan
hasil hutan lainnya yang terkontraksi 1,64 persen, sejalan dengan turunnya
permintaan meubel dari luar negeri sebagai dampak krisis ekonomi global.
Sejalan dengan sektor transportasi yang terpengaruh oleh kenaikan harga
BBM, subsektor alat angkutan, mesin dan peralatan yang periode
sebelumnya tumbuh pada level 8 persen mengalami perlambatan menjadi
5,85 persen. Adanya permasalahan ini akhirnya menghambat proses
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada tahun berjalan. Namun,
perlambatan pertumbuhan yang cukup drastis ini masih tertolong oleh
tingginya kegiatan pada subsektor makanan, minuman dan tembakau yang
tumbuh mencapai 11,71 persen. Kegiatan industri makanan, minuman dan
tembakau merupakan jenis industri paling banyak memberikan kontribusi
pertumbuhan sektor industri pengolahan di banding industri lainnya.
Tingginya pertumbuhan subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau ini sejalan dengan berdirinya beberapa pabrik rokok, makanan
serta minuman. Selain kelompok industri makanan, minuman dan tembakau,
kelompok industri kertas dan barang cetakan juga memperlihatkan kenaikan
pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 12,16 persen. Banyaknya permintaan
barang-barang cetakan turut meningkatkan sektor ini. Sejalan pertumbuhan
pada periode sebelumnya, nilai tambah sektor-sektor yang berkaitan dengan
jasa tahun 2008 mencatat pertumbuhan yang cenderung stabil dibanding
sektor-sektor lainnya, kecuali sektor perdagangan, hotel dan restauran.
Ditinjau dari sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor
perdagangan, hotel dan restauran merupakan sektor jasa dengan sumbangan
tertinggi. Kontribusi terbesar pada pertumbuhan sektor ini berasal dari
subsektor perdagangan yang tumbuh 5,97 persen. Ini berarti melambat
dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 7,00
persen. Aktivitas subsektor ini ditandai dengan dibukanya gerai-gerai
perdagangan khususnya perdagangan ritel, serta sejalan dengan
meningkatnya produk industri makanan dan minuman. Sisi lain, tingkat
hunian hotel cenderung meningkat dibandingkan periode sebelumnya
sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhanan subsektor ini yang
meningkat dari 1,85 persen menjadi 7,61 persen. Meningkatnya
pertumbuhan tingkat hunian hotel ini sejalan dengan meningkatnya jumlah
kunjungan wisata yang berkunjung ke kabupaten ini. Selain itu, kegiatan
pelatihan dan kegiatan seminar memberikan kontribusi positif bagi
perkembangan subsektor hotel pada periode berjalan. Kinerja sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga menunjukkan perkembangan
yang stabil. Kontributor pertumbuhan sektor ini berasal dari subsektor bank,
mesti dengan pertumbuhan kredit yang terbatas namun mampu tumbuh
10,17 persen. Perkembangan yang positif ini, diikuti lembaga keuangan
bukan bank, yang terdiri-dari perusahaan pegadaian, koperasi dan
perusahaan asuransi. Pada 2008, subsektor ini tumbuh meningkat dari 8,26
persen pada tahun sebelumnya menjadi 9,17 persen. Sementara itu, seiring
meningkatnya kegiatan ekonomi secara umum telah memberi peluang
pertumbuhan subsektor sewa bangunan dan sub sektor jasa perusahaan yang
masing-masing tumbuh 4,80 persen dan 3,68 persen. Pada periode yang
sama, sektor jasa juga mempunyai sumbangan positif, khususnya jasa
hiburan serta jasa sosial kemasyarakatan yang tumbuh masing-masing 7,19
persen dan 7,57 persen. Tumbuhnya sektor jasa hiburan ini sejalan dengan
meningkatnya wisatawan, dan kegiatan olahraga. Di pihak lain, peningkatan
jasa sosial kemasyarakatan tahun 2008, seiring meningkatnya kegiatan
pendidikan dan rumah sakit. Sebagai sektor yang paling merasakan dampak
kenaikan harga BBM pada pertengahan 2008, pertumbuhan sektor
pengangkutan dan komunikasi tahun 2008 menurun dengan laju
pertumbuhan hanya mencapai 4,23 persen. Sementara itu, pertumbuhan
angkutan jalan raya yang memiliki pangsa lebih dari 90 persen dari
subsektor pengangkutan tumbuh 1,33 persen. Sisi lain, subsektor
komunikasi masih tumbuh cukup tinggi dengan laju pertumbuhan 11,78
persen. Pertumbuhan sektor ini terutama didukung investasi di bidang
telekomunikasi yang terus berkembang, terutama telepon seluler dan
penambahan jaringan telepon baik untuk rumah tangga maupun bisnis.
Sektor pertanian sebagai pendukung utama sektor primer mengalami
pertumbuhan 4,39 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan pada
tahun 2007 sebesar 4,28 persen. Pendukung utama pertumbuhan ini berasal
dari subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan. Untuk
subsektor tanaman bahan makanan, peningkatan terjadi pada produksi
jagung pipilan, ketela rambat, beberapa jenis sayuran dan buah-buahan.
Sementara itu, meningkatnya produksi daging sejalan kegiatan perhotelan
pada tahun berjalan berperan meningkatkan laju pertumbuhan subsektor
peternakan menjadi 7,65 persen. Dengan perkembangan di atas, walau
pangsa sektor pertanian dalam PDRB pada periode berjalan mengalami
penurunan, namun peranannya sebagai sektor dengan pangsa terbesar masih
belum digantikan oleh sektor perdagangan, hotel dan restauran. Nilai
tambah sektor pertambangan dan penggalian pada 2008 memperlihatkan
perlambatan pertumbuhan dari 7,89 persen menjadi 6,55 persen.
Pertumbuhan sektor ini antara lain diakibatkan oleh meningkatnya kegiatan
subsektor penggalian seperti pasir, kerikil, batu dan tanah urug.
Secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan sektor listrik dan air bersih
tumbuh meningkat dibanding tahun 2007 yaitu dari 3,85 persen menjadi
6,30 persen. Peningkatan pertumbuhan ini terutama disebabkan
meningkatnya energi listrik yang terpakai, baik yang terjual maupun yang
hilang dalam transmisi. Tahun 2008, energi listrik yang terjual dan hilang
dalam transmisi masing-masing mencapai 720,45 juta Kwh dan 71,01 juta
Kwh. Jadi, selama tahun 2008 subsektor ini mampu tumbuh 6,32 persen.
Sisi lain, subsektor air bersih juga mengalami pertumbuhan lebih cepat
dibanding periode sebelumnya yaitu dari 1,32 persen menjadi 5,79 persen.
Salah satu sektor yang menikmati kenaikan pertumbuhan dan perbaikan
pendapatan masyarakat adalah sektor bangunan. Sektor ini dalam dua tahun
terakhir meningkat cukup tajam yaitu 10,49 persen dan 10,93 persen.
Pertumbuhan relatif tinggi ini berasal dari pembangunan infrastruktur dan
prasarana wilayah seperti pembangunan perkantoran, pembangunan jalan,
perbaikan terminal, pembangunan sarana hiburan, serta pembangunan
properti baik residential maupun komersial. Untuk segmen properti
komersial perkembangan pesat terjadi pada pembangunan vila. Salah satu
indikator yang menggambarkan pertumbuhan sektor bangunan adalah
konsumsi semen yang menunjukkan kecenderungan meningkat.
Peningkatan pembangunan residential terindikasi dari peningkatan KPR
yang disalurkan. Dengan pola pertumbuhan seperti telah diuraikan di atas,
meskipun angka pertumbuhan yang dihasilkan pada 2008 masih cukup
tinggi, struktur perekonomian masih kurang memberi pondasi kuat bagi
pertumbuhan berkesinambungan. Peningkatan permintaan yang dimotori
oleh peningkatan peran pengeluaran konsumsi yang tidak dapat direspon
sepenuhnya oleh sektor produksi barang domestik mengakibatkan
penurunan efek pengganda yang dihasilkan. Pada gilirannya, peningkatan
pendapatan yang diperlukan untuk melakukan konsumsi juga menjadi
terbatas. Karakteristik pertumbuhan ekonomi tersebut tentu menimbulkan
implikasi ekonomi yang besar. Pertama, pertumbuhan ekonomi mengerucut
pada sektor sekunder dan tersier menjadikan keuntungan ekonomi
(pendapatan) mengerucut ke pelaku ekonomi yang bekerja di sektor ini.
Implikasinya, terjadi ketimpangan ekonomi yang meningkat. Tercatat dalam
tiga tahun terakhir ini koefisien gini (gini ratio) meningkat dari semula 0,21
persen (2000) menjadi 0,29 persen (2008). Kedua, ciri pertumbuhan
ekonomi kian kuat ditentukan oleh pertumbuhan sektor yang tidak
menyerap tenaga kerja. Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang
diharapkan menjadi salah satu sumber penyerapan tenaga kerja
kemampuannya untuk menyerap tenaga kerja belum optimal. Kesempatan
kerja tertinggi tercapai pada tahun 2008. Pada sisi lain, fluktuasi ini tidak
diimbangi oleh jumlah pengangguran yang cenderung terus meningkat,
walau tahun 2009 terjadi penurunan dibandingkan tahun 2008. Hal serupa
juga terjadi pada perkembangan penduduk miskin yang sedikit menaik.
Pemerintah membagi wilayahnya ke dalam delapan Sub Satuan
Wilayah Pengembangan (SSWP). Pembentukan SSWP ini untuk
memudahkan pemerintah daerah melakukan fungsinya yaitu, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembangunan sehingga diharapkan
pembangunan dapat merata, terpadu (lintas sektor) dan tepat sasaran.
Adapun delapan SSWP tersebut, adalah : a) SSWP I, Ngantang dan
sekitarnya, meliputi Kecamatan Kasembon, Ngantang dan Pujon. b) SSWP
II, Lingkar Kota Malang, meliputi Kecamatan Dau, Karangploso, Singosari,
Pakis, Tajinan , Bululawang, Pakisaji dan Wagir. c) SSWP III, Lawang,
meliputi Kecamatan Lawang. d) SSWP IV, Tumpang dan sekitarnya,
meliputi Kecamatan Jabung, Tumpang, Poncokusumo dan Wajak. e) SSWP
V, Kepanjen dan sekitarnya meliputi Kecamatan Wonosari, Ngajum,
Kepanjen, Kromengan, Sumberpucung, Pagak dan Kalipare. f) SSWP VI,
Donomulyo meliputi Kecamatan Donomulyo. g) SSWP VII, Gondanglegi
dan sekitarnya meliputi Kecamatan Bantur, Gedangan, Pagelaran dan
Gondanglegi. h) SSWP VIII, Dampit dan sekitarnya, meliputi Kecamatan
Turen, Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading dan Sumbermanjing Wetan.
Selama tahun 2003-2008 kegiatan ekonomi antar SSWP, posisi
perbandingannya, dilihat dari sisi besaran nilai nominal PDRB Atas Dasar
Harga Berlaku tidak mengalami perubahan. Posisi pertama, nilai nominal
PDRB ADHB tertinggi dibangkitkan oleh SSWP II Lingkar Kota Malang
yang telah mencapai 6.998,12 Milyar. Berikutnya oleh SSWP VIII Dampit
dan sekitarnya 4.524,78 milyar, posisi ketiga masih SSWP V Kepanjen dan
sekitarnya 4.479,59 milyar. Sementara SSWP VI Donomulyo pada posisi
terakhir yaitu hanya mencapai 599,74 Milyar. Berdasarkan harga konstan
2000, laju pertumbuhan PDRB tahun 2008 digerakkan oleh semua SSWP.
Sejalan dengan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, sumbangan pertumbuhan
SSWP PDRB Atas Dasar Harga Konstan tertinggi oleh SSWP II Lingkar
Kota Malang yaitu mencapai 3.620,25 milyar. Berikutnya SSWP VIII
Dampit dan sekitarnya menyumbang 2.539,39 milyar, SSWP V Kepanjen
dan sekitarnya 2.343,23 milyar, SSWP IV Tumpang dan sekitarnya
mencapai 1.440,22 milyar, SSWP VII Gondanglegi dan sekitarnya 1280,59
milyar, SSWP I. Ngantang dan sekitarnya 823,67 milyar. Selanjutnya,
SSWP III Lawang dan SSWP VI Donomulyo merupakan SSWP yang
sumbangannya terhadap PDRB ADHK rendah yaitu masing-masing 664,30
milyar dan 323,44 milyar. Peranan ekonomi SSWP terhadap total
perekonomian Kabupaten Malang dapat dilihat dari peranan masing-masing.
Selama tahun 2003–2008, peranan terbesar diberikan oleh SSWP Lingkar
Kota Malang (27,77 persen tahun 2008), yang semua itu didukung oleh
kegiatan ekonomi SSWP yang tergabung dalam kelompok tersier yaitu
sekitar 38 persen, kemudian kelompok sekunder 37 persen dan kelompok
primer 24 persen. Posisi kedua disusul SSWP VIII Dampit dan sekitarnya
(19,48 persen tahun 2007, meningkat dibanding tahun sebelumnya), posisi
ketiga SSWP V Kepanjen dan sekitarnya (17,97 persen tahun 2008). Posisi
terakhir dengan peranan terkecil diberikan SSWP Donomulyo (2,48 persen
tahun 2008), yang didukung oleh kegiatan ekonomi SSWP yang tergabung
dalam kelompok tersier 47 persen, kelompok primer 45 persen, kelompok
sekunder 9 persen. Pemerintah Kabupaten Malang terus berupaya
meningkatkan investasi, baik investasi dalam bentuk PMDN maupun PMA
dengan mengikuti berbagai pameran investasi di daerah-daerah diluar, selain
itu juga dilakukan forum-forum investasi dan temu usaha antara unsur-unsur
dari pemerintah, kepolisian dan para pengusaha dalam rangka melakukan
sinkronisasi dan sosialisasi iklim investasi. Usaha tersebut berhasil, tercatat
nilai investasi mencapai Rp 275 Miliar sampai Pebruari 2010. Tahun 2010
juga sudah terbit izin persetujuan penanaman modal untuk tiga perusahaan,
yakni PT Bali Tuna Segar di Sumbermanjing Wetan dengan nilai investasi
Rp 1.750.000.000. Perusahaan asal Bali ini bergerak di bidang usaha
industri ikan dan ekspor. PT Senopati Indo Perkasa di Sumbermanjing
Wetan yang investasi di bidang industri semen, nilai investasinya Rp
2.407.000.000.000. Perusahaan asal Korea, PT Indoko nilai investasinya
550.000 dolar Amerika Serikat siap beroperasi di Pakis untuk bidang usaha
ransum pakan ternak. Tahun 2010 ini, nilai investasi diprediksikan akan
meningkat drastis jika dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2009, total
investasi Rp 11.278.621.678.177, tahun 2008 Rp 10.972.668.103.177,- nilai
investasi tahun 2007 Rp 9.864.597.468.177. Khusus Investasi PMA dan
PMDN, baik jumlah proyek maupun nilai investasinya juga
berkecenderungan meningkat. Telah terjadi peningkatan jumlah proyek
PMA dan PMDN dari 36 proyek tahun 2007 menjadi 37 tahun 2008 dan
meningkat 2 proyek menjadi 39 tahun 2009. Peningkatan ini terutama
didorong oleh peningkatan proyek investasi PMDN selama 2007 – 2009.
Perkembangan industri pada dasarnya terpusat pada wilayah kecamatan
Singosari dan Lawang. Di kedua kecamatan tersebut terdapat perusahaan
besar seperti PT. Bentoel, PT. Otsuka, dan perusahaan lainnya. Di
kecamatan lainnya juga terdapat beberapa industri antara lain industri gula
di kecamatan Randuagung, industri rokok rumahan di kecamatan Pakis, dan
industri perikanan di kecamatan Dampit, namun jumlah perusahaannya
masih lebih terpusat di Singosari dan Lawang. Pada sisi lain, nilai PAD
Kabupaten Malang jugda terus mengalami peningkatan. Tahun 2007, nilai
PAD Rp. 84.353.897.087,92, tahun 2008 menjadi Rp. 100.591.047.740,99,
dan tahun 2009 menjadi Rp. 145.379.148.786,84. Peningkatan PAD tersebut
terutama didukung oleh peningkatan yang signifikan dari komponen pajak
daerah dan lain-lain yang sah. Sementara itu hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan merupakan komponen terkecil dalam struktur PAD.
b. Kabupaten Pasuruan
Nilai investasi hingga bulan Oktober 2009 mencapai Rp1,6 triliun,
Nilai investasi tahun ini meningkat sekitar 6,6 persen jika dibandingkan
dengan nilai investasi tahun 2008 yang mencapai Rp1,4 triliun. Tahun 2006,
nilai investasi hanya Rp 1,3 triliun. Tahun 2005, nilai investasi Rp 1,5
triliun sedangkan tahun 2004 hanya Rp 400 miliar dan tahun 2003 sebesar
Rp 1,5 triliun. Proyek PMA selama periode tersebut bersifat fluktuatif,
dengan jumlah proyek terendah terjadi tahun 2007 dan tertinggi tahun 2006
dan 2009. Pada proyek PMDN, terjadi penurunan jumlah proyek
investasinya. Tahun 2005 terdapat 171 proyek PMDN, turun menjadi 100
proyek pada tahun 2006, bahkan tahun 2008 hanya terdapat 3 proyek
PMDN, walaupun meningkat kembali menjadi 10 proyek pada tahun 2009.
Pada tahun 2005 tercatat nilai investasi PMA dan PMDN Rp. 1,6 trilyun.
Nilai ini menurun menjadi Rp. 1,3 trilyun tahun 2006 dan meningkat
kembali Rp. 1,6 trilyun tahun 2007. Tahun 2009 nilai investasi proyek PMA
dan PMDN Rp. 243 milyar yang merupakan nilai terendah sepanjang
periode 2005 – 2009. Total industri cenderung mengalami peningkatan.
Pada 2007, jumlahnya mencapai 1.633 unit. Terdiri dari industri kecil,
menengah dan besar. Jika dikalkulasi lagi, jumlah industri besar dari tahun
ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Misalnya, pada 2003, jumlah
industri besar 128 unit. 2004 menjadi 153 unit. 2005 sampai 211 unit. 2006
meningkat 231 unit dan 2007 industri besar menjadi 255 unit. Wilayah
investasi terpusat di kecamatan Gempol, Pandaan, Beji, Grati dan Rembang.
Wilayah lainnya seperti Sukorejo, Purwosari, dan Purwodadi serta Bangil
juga akan dikembangkan sebagai kawasan industri, khususnya Kecamatan
Bangil saat ini sedang dikembangkan menjadi pusat industri bordil dikenal
sebagai BANGKODIR. Salah satu upaya dalam menciptakan iklim usaha
yang sehat dan guna menarik investasi adalah dengan berdirinya kawasan
industri PT. Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) di Kecamatan
Rembang seluas +550Ha yang dilengkapi dengan kawasan berikat. Sampai
saat ini luas areal yang sudah dimanfaatkan +200ha (36%) dengan jumlah
perusahaan 58 perusahaan. Fasilitas yang tersedia di kawasan industri PIER
tersebut cukup lengkap antara lain: bangunan pabrik siap pakai/siap bangun,
telepon 2.000 SST, listrik 110 MW, instalasi pengolahan air limbah,
pemadam kebakaran, keamanan air bersih, dan tempat penampungan
sampah sementara. Kawasan PIER di huni beberapa perusahaan besar.
Mulai dari yang PMA hingga PMDN. Perusahaan-perusahaan yang terdapat
di kawasan ini antara lain; PT ETA PMA asal Jerman yang memproduksi
MCB elektronik atau switch (skring), PT Fronte PMDN yang memproduk
karpet mobil, Matsushita PMA asal Jepang dengan produksi lampu, dan
sebagainya. Di Kabupaten Pasuruan terdapat 26 perusahaan yang berstatus
kawasan berikat. Sebaran investasi PMA dan PMDN relatif merata dan
menyeluruh di seluruh kabupaten, khususnya di daerah sebelah Barat.
Gairah investasi semakin dinaikkan dengan telah ditetapkannya berbagai
mekanisme perijinan. Untuk melakukan investasi terdapat 11 jenis surat ijin
yang harus dipenuhi oleh investor, dengan waktu penyelesaian yang
bervariasi. Badan Penanaman Modal dan Perijinan. melakukan koordinasi
dengan beberapa instansi yang terkait dengan permohonan investor. Instansi
terkait dan tim koordinasi akan melakukan verifikasi permohonan dan
selanjutnya diterbitkan ijin usaha. Mekanisme permohonan ijin sampai
dengan keluarnya ijin ini termuat dalam Peraturan Bupati Pasuruan Nomor.
10 tahun 2009 tentang “ Tata Cara Pemberian Perijinan di Wilayah
Kabupaten Pasuruan. Pada peraturan Bupati diatas juga diatur mengenai
penerbitan ijin lokasi/surat persetujuan Bupati, Tata cara proses penetapan
site plan dan/atau Lay out plan, alur mekanisme pengesahan perijinan yang
dilakukan oleh instansi terkait. Kabupaten Pasuruan juga memiliki fasilitas
ijin pararel. Ijin pararel merupakan fasilitas perijinan dimana pemohon
cukup membawa satu berkas permohonan untuk berbagai jenis ijin lainnya.
Untuk ijin pararel ini, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh ijin
lokasi. Dengan berbagai macam kemudahan di atas, kabupaten ini menjadi
daerah tujuan investasi yang sangat menarik bagi investor. Namun demikian
tragedi Lapindo membuat gairah investasi di kabupaten ini mengalami
sedikit penurunan yaitu sekitar Rp. 200 milyar di tahu 2009. Selama tahun
2005 – 2009 terjadi kecenderungan peningkatan nilai PDRB. Peningkatan
nilai ini juga mampu mendongkrak peningkatan pendapatan per kapita riil
penduduk. Tahun 2005, pendapatan per kapita riil penduduknya Rp.
3.522.766 dan meningkat menjadi Rp 4.336.467,- tahun 2009. Namun
demikian peningkatan nilai PDRB diatas tidak diikuti oleh peningkatan
dalam pertumbuhan ekonomi. Terlihat bahwa telah terjadi kecenderungan
penurunan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2005-2009. Tahun 2006,
pertumbuhan ekonomi 5,94% dan meningkat menjadi 6,17% tahun 2007.
Tahun 2008 turun menjadi 5,89% dan turun menjadi 5,31% tahun 2009.
Selama tahun 2006-2008. PAD cenderung mengalami peningkatan. Tahun
2006 total PAD Rp. 56.001 juta, dan turun menjadi Rp. 55.881 juta tahun
2007. tahun 2008, PAD naik 10% dari tahun sebelumnya pada level sebesar
Rp. 60.924 juta. Peran pajak daerah paling besar mempengaruhi nilai total
PAD yaitu sebesar 66%. Retribusi Daerah memiliki share terbesar kedua
yaitu 24% - 26% selama tahun 2006-2008. Kontribusi terkecil diberikan
oleh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu nilainya
secara rata-rata kurang dari 1%.
c. Kabupaten Tuban
Kabupaten Tuban merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa
Timur yang dipersiapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sejalan
dengan disyahkannya Undang-undang no. 39 tahun 2009 tentang kawasan
ekonomi khusus oleh pemerintah. Disamping Tuban, Pemprov juga
mempersiapkan Bojonegoro sebagai KEK sesuai cetak biru pembangunan
Indonesia. Keduanya adalah basis pertumbuhan industri untuk jangka waktu
30 tahun ke depan. Saat ini telah terdapat beberapa industri besar di
Kabupaten Tuban. PT. Semen Gresik merupakan salah satu perusahaan
PMDN yang telah melakukan investasinya di Tuban, Joint Operating Body
Pertamina-Petrochina East Java (JOB PPEJ), PT. Holcim Tbk. dan
perusahaan lainnya. Nilai PAD periode 2005-2008 terjadi fluktuasi jumlah
realisasi dengan kecenderungan terus mengalami peningkatan. Tahun 2005,
nilai PAD Rp. 61,49 milyar dan turun menjadi Rp. 56,34 milyar tahun 2006.
Tahun 2007, PAD naik sekitar 40% dibandingkan tahun 2006 sehingga
menjadi Rp. 78,91 milyar dan terus naik sebesar 16,45% menjadi Rp. 91,91
milyar tahun 2008. Jika di lihat dari komposisinya, komponen penyumbang
PAD terbesar tahun 2005 - 2007 adalah pajak daerah sebesar 49% - 57%,
diikuti Retribusi Daerah dengan nilai antara 23% - 28%. Sementara itu
komponen Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
PAD yang sah memiliki share fluktuatif. Share lain-lain PAD yang sah
lambat laun menggeser peran dari retribusi daerah, sehingga tahun 2008
share-nya 33% terhadap PAD dibandingkan dengan retribusi daerah yang
memiliki share 19%. Perkembangan perekonomian kabupaten ini juga dapat
dilihat dari nilai PDRB-nya. Tahun 2005 – 2008, nilai PDRB berdasarkan
harga yang berlaku naik dari Rp. 6,1 milyar tahun 2005 menjadi Rp. 12,13
milyar di tahun 2008, sementara itu nilai PDRB berdasarkan harga konstan
berfluktuasi, dengan meningkat hampir 3 kali lipat tahun 2005 ke tahun
2006, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan. Sisi lain,
pendapatan per kapita penduduk cenderung stagnan. Tahun 2005
pendapatan per kapita berdasarkan PDRB per kapita atas dasar harga
konstan sebesar Rp. 3.960.703. Nilai ini berada pada kisaran antara Rp. 4,6
juta – Rp. 5,05 juta tahun 2006 – 2007, dengan peningkatan sekitar 20%
dibandingkan tahun 2005. Lebih jauh, kabupaten ini mengalami
pertumbuhan ekonomi yang cenderung naik, walaupun terdapat peningkatan
tipis tahun 2008 dibandingkan tahun 2007. Tahun 2003 pertumbuhan
ekonomi 4,18%, meningkat menjadi 4,59% tahun 2005, dan terus meningkat
berturut-turut 5,81%, 6,49% dan 6,72% untuk tahun 2006, 2007 dan 2008.
Pemantauan hasil lapangan sejauh ini masih banyak masalah yang
ditimbulkan oleh perusahaan yang berada di Kabupaten Tuban. PT Semen
Gresik misalnya dianggap oleh masyarakat melakukan pengrusakan situs
goa Wonoarum, Dusun Tlogongasem, Desa Temandang, Kecamatan
Merakurak. Sementara itu PT. Holcim Tbk juga mengalami protes dari
masyarakat warga dari lima desa wilayah Ring I Pabrik semen PT Holcim
Indonesia Tbk, menggelar unjuk rasa di kantor PT Holcim di Desa
Karangasem, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Warga yang berasal dari
Desa Merkawang, Glondong Gedhe dan Kedung Rejo (di wilayah
Kecamatan Tambakboyo), Desa karangasem (kecamatan Jenu) dan Desa
Mliwang, Kecamatan Kerek, Tuban, menuntut segera dipekerjakan dalam
proyek pembangunan pagar lokasi pabrik. Deni Nuryandain, dari Humas PT
Holcim Indonesia menyatakan sudah menjadi tekad PT Holcim untuk
memprioritaskan warga sekitar untuk bekerja. Terkait dengan proyek
pembangunan pagar ini, akan ditata bersama rekanan yang memenangkan
tender. Serupa dengan perusahaan-perusahaan diatas, Keberadaan Joint
Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ) juga diprotes
oleh warga. Pengeboran minyak Mudi, di Desa Rahayu, Kecamatan Soko
yang dikelola JOB-PPEJ tidak hanya ‘mengganggu’ aktivitas sekolah di
desa setempat. Produksi pertanian di sekitar lokasi pengeboran juga tak bisa
maksimal.
Undang-Undang No. 40, Tahun 2007 yang merupakan pengganti
Undang-Undang No. 1, Tahun 1995 dengan tegas dan jelas menyebutkan
adanya tanggung jawab sosial yang harus dipikul oleh perseroan terbatas.
Dari 161 pasal yang dibicarakan ada 2 pasal yang mengatur tentang
corporate sosial responsibility (CSR), yaitu pasal 66 dan pasal 74. Pasal 66
ayat (2) bagian c menyebutkan bahwa selain menyampaikan laporan
keuangan, perseroan terbatas juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun konsep tersebut belum
sepenuhnya diimplementasikan oleh industri. Karenanya dalam kajian ini
empat varibel dipergunakan untuk mengukurnya, yaitu: a) Keterlibatan
Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan; b) Sumbangan Industri
Terhadap Infrastruktur dan Utiliti; c) Sumbangan Industri Terhadap Sosial
Dasar; dan d) Sumbangan Industri Terhadap Ekonomi Masyarakat;
Kajian di Kabupaten Tuban, Malang dan Pasuruan menunjukkan
bahwa sebagian besar masyarakat di sekitar lokasi menyatakan pelibatan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan buruk. Berdasarkan hasil survey
pada masyarakat sekitar, hanya di kabupaten Tuban menunjukkan
persentase tertinggi, yaitu 10,48 % warga yang menyatakan “Pelibatan
warga dalam perencanaan pembangunan Industri” relative baik, sedangkan
Kab. Malang sekitar 5,71% dan terutama Kab. Pasuruan tidak satupun
menyatakan dilibatkan dalam proses PKM. Namun secara umum dapat
diartikan, bahwa warga hampir dapat dikatakan tidak dilibatkan dalam
penyusunan AMDAL sebagai awal perencanaan pembangunan Industri.
Pelibatan warga dalam perencanaan pembangunan Industri dapat
diukur berdasarkan tiga indikator yaitu Pelibatan sejak awal; kehadiran
warga dalam PKM; dan partisipasi warga dalam proses PKM. Berdasarkan
alat ukur ketiga indikator tersebut, ternyata secara keseluruhan di atas 97,14
% menyatakan buruk. Rendahnya partisipasi warga dalam perencanaan
pembangunan akan sangat berdampak buruk bagi keberlangsungan
keberadaan industri. Keterbukaan informasi sangatlah penting di era
sekarang ini. Masyarakat sangat mudah bereaksi dan terpicu ketika terjadi
pertentangan kepentingan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keberadaan industri tersebut
sejak awal, melalui sosialisasi dan PKM. Prosedur pelibatan warga
memayungi pertanyaan, opini, saran dan pendapat warga, bahkan tuntutan
warga terkait pembangunan dan keberadaan industri. Biasanya warga selalu
mendasarkan pada keinginan dan tuntutan serta janji-janji di awal, sebagai
dasar tuntutan ketika terjadi pelanggaran atas kesepakatan. Berdasarkan
hasil kajian di tiga kabupaten, sebagian besar responden menyatakan bahwa
dalam hal pemenuhan janji dan tuntutan sangat buruk. Sebagai contoh,
masih banyak industri tidak melaksanakan prosedur AMDAL sesuai dengan
dokumen AMDAL yang telah dibuat, sehingga terjadi pencemaran
lingkungan. Kondisi ini sering menjadi pemicu reaksi perlawanan warga
sekitar dalam bentuk demonstrasi. Selain itu masalah kompensasi yang
dijanjikan sering menjadi pemicu konflik antara masyarakat dan industri.
Kehadiran industri secara langsung akan berakibat pada perbaikan sarana
dan prasarana di lokasi pembangunan. Dalam kajian ini 5 (lima) indikator,
yaitu sarana jalan, drainage, kualitas kebersihan lingkungan, penerangan
jalan, dan penyediaan air bersih. Jalan menjadi indikator, karena kualitas
jalan sangat terpengaruh oleh kehadiran industri. Sangat logis bahwa
kehadiran industri meningkatkan pula arus transpotasi, baik kendaraan berat
maupun transportasi pribadi. Sebagian besar warga masyarakat sangat
mengharapkan adanya peningkatan kualitas sarana jalan yang dilalui menuju
lokasi industri. Namun hanya di Kabupaten Tuban, yang menurut hasil
survey telah meningkat baik, yaitu sekitar 53,33 % warga menyatakannya,
sedangkan di Kabupaten Malang dan Pasuruan sebagian besar responden
menyatakan kualitas semakin buruk. Kondisi ini didukung pula oleh
rendahnya perhatian industri terhadap kualitas jalan. Sebagian besar warga
masyarakat menyatakan perusahaan kurang sekali perhatiannya pada
perawatan sarana transportasi. Dalam hal kualitas jalan, sebagian besar
warga menyatakan kualitas jalan yang dibangun kurang sesuai dengan
standar batas. Kondisi ini berbeda dengan kualitas drainage (saluran
pembuangan), dimana berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar
responden menyatakan kualitas drainage menjadi lebih baik sejak kehadiran
industri. Namun di sisi lain di kabupaten Tuban perhatian terhadap
perawatan sangat rendah/buruk. Hal ini berbeda dengan di Kabupaten
Malang dan Pasuruan, dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa
perhatian industri terhadap pemeliharaan drainase cukup baik. Semua
industri dihadapkan pada kewajiban untuk menyusun UKL dan UPL sebagai
dokumen pendukung AMDAL. Indikator ini dapar dijadikan dasar dalam
menilai peran industri terhadap kualitas lingkungan. Berdasarkan hasil
survey, sebagian besar responden mendapat kesan bahwa di tiga kabupaten,
perhatian industri terhadap kualitas kebersihan rendah. Namun, khusus
untuk perawatan dan pemeliharaan di kabupaten Malang dan Pasuruan,
perhatian industri baik. Pendapat serupa diberikan untuk kualitas
penerangan. Berdasarkan hasil survey, sebagian besar responden mendapat
kesan bahwa di tiga kabupaten, perhatian industri terhapap kualitas
penerangan rendah. Namun, khusus untuk perawatan dan pemeliharaan
penerangan di kabupaten Malang dan Pasuruan, perhatian industri baik.
Baiknya upaya perawatan dan pemliharaan penerangan jalan lebih
diakibatkan oleh faktor keamanan. Tampak bahwa 55,24% responden di
Kabupaten Malang dan 95,24% responden di Kabupaten tuban menyatakan
perhatian yang baik dari Industri. Kualitas dan Kuantitas Air Bersih menjadi
indikator, karena kualitas dan Kuantitas Air Bersih sangat terpengaruh oleh
kehadiran industri. Sebagian besar lokasi industri berkembang dan tumbuh
pada lokasi-lokasi “susah air”. Kehadiran industri sangat dimungkinkan
dapat mengganggu kandungan air tanah dan pencemaran air mempengaruhi
kualitas. Sebagian besar warga masyarakat sangat mengharapkan adanya
peningkatan kualitas air bersih. Namun hanya di Kabupaten Tuban, yang
menurut hasil survey, yaitu sekitar 53,33 % warga menyatakannya,
sedangkan di Kabupaten Malang dan Pasuruan sebagian besar responden
menyatakan kualitas semakin buruk. Terkait hal tersebut, di Kabupaten
Malang dan Pasuruan. Industri, telah membantu masyarakat lokal melalui
pembuatan MCK, penggalian sumur, distribusi air bersih melalui truk
tangki. Kehadiran industri sangat diharapkan dapat membantu kualitas
pendidikan. Tuntutan perbaikan sarana dan prasarana untuk di lokasi
pembangunan. Dalam kajian ini 3 (tiga) indikator, yaitu Peran Industri
Terhadap Pendidikan; Peran Industri Terhadap Kesehatan; dan fasilitas
Umum. Responden di Kabupaten Tuban menyatakan bahwa Peran
perusahaan/industri dalam memberi bantuan untuk kebutuhan sekolah
sangat baik, yaitu mencapai 91.43%. Hal ini sangat berbeda dengan
Kabupaten Malang dan Pasuruan, dimana sebagian besar responden menilai
buruk. Hal yang sama terjadi pula pada penilaian warga pada peran industri
terhadap kualitas kesehatan. Responden di Kabupaten Tuban menyatakan
bahwa Peran perusahaan/industri dalam memberi bantuan untuk perbaikan
kualitas kesehatan sangat baik, yaitu mencapai 94 %. Hal ini sangat berbeda
dengan Kabupaten Malang dan Pasuruan, dimana sebagian besar responden
menilai buruk. Ketersediaan fasilitas tidak menjadi dasar yang mendukung
penggunaan fasilitas terebut. Semua responden di ketiga wilayah menilai
kurang mempergunakan fasilitas. Secara keseluruhan kehadiran investasi
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan dan
pengentasan kemiskinan. Nilai relasi hanya 0,26. Hal ini menunjukkan
bahwa secara keseluruhan sangat sedikit peran PMA dan PMDN terhadap
kondisi sosial, sumbangan ekonomi, kondisi sosial dasar dan perekonomian
masyarakat secara keseluruhan. Hasil dari perhitungan diatas juga
menunjukkan bahwa masyarakat dalam menentukan perencanaan
pembangunan khususnya di sector industri sangat kecil sekali
keterlibatannya. Hasil perhitungan menunjukkan nilai sebesar 0,06, artinya
masyarakat hanya dilibatkan pada hal tertentu yang tidak terkait secara
langsung dengan pembangunan sector industri. Pada sisi lain, peran industri
dinilai oleh masyarakat mampu meningkatkan daya dukung perekonomian
dalam wujud nyata berupa pembangunan infrastruktur dan utilitas. Besarnya
peran ini ditunjukkan dengan nilai fuzzy mathematics sebesar 0,51%, artinya
sebagian besar masyarakat memberikan penilaian positif atau adanya
pengaruh yang signifikan dari keberadaan penanaman modal asing dan
penanaman modal dalam negeri terhadap pengembangan infrastruktur dan
utilitas. Lebih lanjut, keberadaan PMA dan PMDN dipandang oleh
masyarakat tingkat memberikan pengaruh signifikan terhadap pelayanan
sosial dasar dan perekonomian mereka. Nilai perhitungan berturut-turut
sebesar 0,26 dan 0,21. dengan kata lain sumbangan PMA dan PMDN atau
keberadaan industri di daerah mereka dipersepsikan kecil dalam melakukan
pelayanan sosial dasar dan peningkatan perekonomian. Multiplier effect
masih belum mampu mendorong gairah perekonomian masyarakat secara
keseluruhan di ketiga lokasi penelitian. Pada bagian sebelumnya telah
ditunjukkan berbagai permasalah investasi di Kabupaten Tuban. Kenyataan
ini juga tercermin pada hasil evaluasi secara matematis. Secara keseluruhan
nilai evaluasinya keberadaan PMA dan PMDN di Kabupaten ini di bawah
rata-rata yaitu 0,23 atau lebih rendah 0,03 (0,26-0,23). Hal ini berarti secara
keseluruhan dari empat indicator yang dinilai berada pada tingkat yang
mendekati 0 atau di bawah 50%. Hasil evaluasi terhadap pelibatan
masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan yang terkait dengan
masalah investasi menunjukkan nilai sebesar 0,08. masyarakat di sekitar
lokasi PMA dan PMDN menyatakan bahwa mereka tidak pernah diajak
bersama-sama untuk membicarakan masalah keberadaan investasi di
daerahnya. Mereka hanya mengetahui setelah fasilitas tersebut dibangun,
dengan kata lain keterlibatannya tidak diperhatikan. Menarik untuk
dicermati, ternyata di Kabupaten ini, walaupun keterlibatannya kurang
diperhatikan, namun masyarakat merasakan manfaat pemenuhan kebutuhan
sosial dengan adanya investasi PMA dan PMDN di lingkungannya. Nilai
indicator ini adalah terbesar yaitu 0,39 dibandingkan dengan dua indicator
lainnya yaitu sumbangan industri terhadap infrastruktur dan utility serta
terhadap perekonomian masyarakat yang masing-masing memiliki nilai
sebesar 0,31 dan 0,14. Pemenuhan kebutuhan sosial dasar diatas, diikuti
oleh pemenuhan atau pembangunan infrastruktur dan utilitas yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar industri PMA dan PMDN. Namun
dengan nilai 0,31, masyarakat masih memandang rendah pembangunan ini.
Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu Kabupaten terpenting di Jawa
TImur sebagai daerah tujuan investasi PMA dan PMDN sebagaimana
diuraikan pada bab sebelumnya. Letak geografis yang dekat dengan
Surabaya dan ditunjang dengan pembangunan infrastruktur dan utilitas yang
baik membuat Kabupaten Pasuruan sangat menarik sebagai daerah tujuan
investasi. Hasil evaluasi dengan menerapkan fuzzy mathematics juga
menunjukkan hal yang sama. Masyarakat sangat merasakan perbaikan
infrastruktur dan utilitas akibat adanya PMA dan PMDN di lingkungannya,
namun permasalahan yang muncul adalah keterlibatannya masih belum
begitu diperhitungkan (0,07) dan kondisi pembangunan sosial dasar juga
msih rendah (0,19). Hasil dari wawancara langsung juga menunjukkan
realitas ini. Mereka memandang keberadaan perusahaan hanya sekedar
meningkatkan kemampuan ekonomi (dengan nilai 0,26). Walaupun mereka
juga menyakini bahwa kemampuan ekonomi tersebut tidak seluruhnya
menetes kepada masyarakat di sekitar perusahaan PMA dan PMDN, karena
banyak perusahaan yang mempekerjakan teanga kerja dari luar daerah
mereka dan diluar Kabupaten Pasuruan. Hal ini seringkali akan
menimbulkan sedikit gejolak terutama jika perusahaan PMA dan PMDN
tidak memperhatikan faktor-faktor lingkungan dalam mengelola industrinya.
Hasil evaluasi PMA dan PMDN di Kabupaten Malang juga menunjukkan
nilai yang signifikan pada sumbangan industri terhadap pembangunan
infrastruktur dan utilitas. Bahkan nilai di Kabupaten ini adalah yang
tertinggi kedua setelah Kabupaten Pasuruan (0,64) yaitu sebesar 0,57. Pada
sisi lain, kemajuan pembangunan pada infrastruktur dan utilitas tidak
didukung oleh pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan
industri di Kabupaten ini. Nilai hasil evaluasi adalah yang terendah untuk
indikator ini dibandingkan dengan dua Kabupaten lainnya yaitu hanya
sebesar 0,04. Sementara itu untuk sumbangan industri terhadap pelayanan
sosial dasar dan perekonomian berada pada tingkat di bawah 0,5 yaitu
sebesar 0,21 dan 0,22. Hal ini menunjukkan kurangnya sumbangan PMA
dan PMDN terhadap pelayanan sosial dan perekonomian masyarakat.
G. PENUTUP
1. Kesimpulan
Hasil dari penelitian dapat disimpulkan: a) Keberadaan PMA dan PMDN di
lokasi penelitian mampu memberikan sumbangan berarti bagi peningkatan
pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan penurunan angka
kemiskinan. b) Keberadaan PMA dan PMDN di lokasi penelitian dipandang
masyarakat mampu meningkatkan pembangunan infrastruktur dan utilitas.
c) Keberadaan PMA dan PMDN di lokasi penelitian memberikan
sumbangan kurang signifikan terhadap pembangunan social dasar dan
perekonomian masyarakat di sekitar berdirinya perusahaan PMA dan
PMDN tersebut. d) Masyarakat di sekitar perusahaan PMA dan PMDN atau
masyarakat yang berada pada lingkungan industri PMA dan PMDN belum
dilibatkan secara langsung dalam proses perencanaan pembangunan suatu
industri PMA dan PMDN.
2. Rekomendasi
Rekomendasi yang diberikan oleh peneliti adalah: a) Pembuatan suatu
prosedur atau kebijakan yang mampu menampung aspirasi masyarakat atau
pelibatan masyarakat secara aktif dalam perencanaan pendirian perusahaan
PMA dan PMDN di daerahnya. Pelibatan ini akan memberikan dampak
positif berupa rasa ikut memiliki dan pemberian perhatian terhadap daya
dukung masyarakat di lokasi berdirinya perusahaan. b) Pentingnya
kebijakan yang mendorong dan memotivasi perusahaan PMA dan PMDN
untuk memperhatikan pelayanan social perusahaan sebagai salah satu wujud
dari pelaksanaan tanggung jawab social perusahaan yang tidak hanya
bersifat charity semata. c) Kebijakan yang memperhatikan Desa/Kelurahan
dalam penyelesaian konflik. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
Desa/Kelurahan sebagai pangkal tombak keberadaan PMA dan PMDN
harus dilibatkan, sehingga proses pelayanan kebutuhan perusahaan dan
penyelesaian konflik antara perusahaan dengan masyarakat dapat
diselesaikan dengan melibatkan masyarakat di sekitar perusahaan.

Minggu, 19 Juni 2011

ANALISIS PENYUSUNAN STANDARD BARANG DAN HARGA SATUAN BARANG DI PROVINSI JAWA TIMUR




EXECUTIVE SUMMARY



ANALISIS PENYUSUNAN STANDAR BARANG
DAN HARGA SATUAN BARANG
DI PROVINSI JAWA TIMUR





                                               
KERJASAMA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN

PUSAT KAJIAN DINAMIKA SISTEM PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

TAHUN 2010





A.      Analisis Penyusunan Standar Barang Dan Harga Satuan Barang Di Provinsi Jawa Timur
B.       Ringkasan Penelitian
1.                       Pendahuluan
Kebutuhan akan pengelolaan aktivitas pembelian yang baik telah dirasakan sebagai suatu hal yang masuk akal. Karena dengan pengelolaan yang baik, entitas dalam hal ini pemerintah mampu meningkatkan lebih banyak keuntungan.Pesanan pengadaan dan pelaporan pengadaan standar barang dan harga akan mengontrol pesanan pembelian individu, tetapi tidak secara langsung melakukan kontrol atas proses bisnis pengadaan.
Penatausahaan barang-barang milik negara didasarkan pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dengan pertimbangan adalah :
a.              Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik;
b.             Untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan yang efektif bagi para pihak yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
c.              Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sesuai dengan :
1.             Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.             Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3.             Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956);
4.             Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang PengelolaanBarang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubahdengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);
  1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun suatu rumusan masalah yaitu sebagai berikut bagaimana menyusun standar barang dan harga satuan barang di Provinsi Jawa Timur yang sesuai dengan harga yang wajar.
  1. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dilakukan penyusunan standar barang dan harga satuan adalah :
1.             Meningkatkan daya andal sistem pengendalian intern yang dapat melindungi keamanan harta milik Pemerintah Daerah dan sumber-sumber ekonomi lainnya.
Mendorong terciptanya iklim kendali untuk efisiensi, efektivitas dan produktifitas dari penggunaan sumber daya yang ada.
Menyajikan informasi asset bergerak maupun tidak bergerak dalam  operasional perusahaan. Bahwa informasi yang cepat, tepat dan dapat dipertanggung jawabkan mutlak diperlukan untuk pengambilan keputusan dari pihak manajemen Pemerintah Daerah.
Memperbaiki kualitas informasi yang dihasilkan, yang mencakup kelengkapan, relevansi, ketelitian, kebenaran, keabsahan, ketepatan dan kecepatan waktu penyajian sehingga dapat meningkatkan kualitas informasi tersebut
Meningkatkan efisiensi biaya operasi, khususnya untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif, serta mempermudah penyusunan rencana kegiatan, penilaian pelaksanaan dan penyesuaian-penyesuaian rencana tersebut. Memperbaiki iklim dan meningkatkan motivasi bekerja pada staff dan pegawai Pemerintah Daerah
  1. Manfaat dan Sasaran
Dengan adanya analisis penyusunan standar yang dapat diandalkan, maka akan membawa manfaat yaitu :
1.       Memberikan gambaran dan pengarahan yang dapat dipergunakan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi lingkungan yang cepat berubah, serta memberikan kerangka perencanaan yang lebih terperinci dalam pengambilan keputusan.
2.       Memelihara hubungan dengan pihak ekstern dan pihak-pihak lain, disamping membimbing melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, misalnya kebijaksanaan pemerintah yang berhubungan dengan Pemerintah Daerah.
Memperoleh informasi-informasi yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah apabila terjadi perubahan-perubahan yang dialami, misalnya dalam hal pengadaan, keuangan, perawatan, penghentian dan lain sebagainya.
Memperoleh keyakinan atas kesiapan penyajian aset - barang inventaris bergerak dan tidak bergerak untuk pihak luar.
Sedangkan sasarannya adalah menyusun standar barang dan harga satuan barang.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan studi dan analisis terhadap harga – harga barang yang dapat dipakai dalam penyusunan standar barang dan harga satuan barang di Provinsi Jawa Timur.

Tinjauan Pustaka
Tiga Pasar Utama (Three Basic Markets).
Uraian ini berdasarkan asumsi bahwa tingkat harga ditentukan lewat mekanisme pasar. Untuk analisis ekonomi makro, pasar-pasar yang begitu banyak dikelompokkan menjadi tiga pasar utama (three basic markets): 1. Pasar Barang dan Jasa (Goods and Services Market), 2. Pasar Tenaga Kerja (Labour Market), dan 3. Pasar Uang dan Modal (Money and Capital Market).
Pasar barang dan jasa adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa. Dalam perekonomian tertutup, permintaan utamanya berasal dari sektor rumah tangga dan pemerintah. Permintaan tersebut umumnya merupakan permintaan barang dan jasa akhir. Penawaran barang dan jasa berasal dari sektor perusahaan. Namun dalam perekonomian modern, terutama dengan makin tingginya tingkat spesialisasi, tidak semua perusahaan memproduksi sendiri bahan baku yang dipakai untuk memproduksi barang dan jasa. Misalnya, perusahaan mobil tidak menambang sendiri bijih besi yang dibutuhkan.
Hukum permintaan berbunyi: apabila harga naik maka jumlah barang yang diminta akan mengalami penurunan, dan apabila harga turun maka jumlah barang yang diminta akan mengalami kenaikan. Dalam hukum permintaan jumlah barang yang diminta akan berbanding terbalik dengan tingkat harga barang. Kenaikan harga barang akan mengakibatkan berkurangnya jumlah barang yang diminta, hal ini dikarenakan naiknya harga menyebabkan turunnya daya beli konsumen dan akan berakibat berkurangnya jumlah permintaan naiknya harga barang akan menyebabkan konsumen mencari barang pengganti yang harganya lebih murah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan antara lain :
1.                  Selera
Apabila selera konsumen terhadap suatu barang dan jasa tinggi maka akan diikuti dengan jumlah barang dan jasa yang diminta akan mengalami peningkatan, demikian sebaliknya. Contohnya: permintaan terhadap telepon genggam,
2.                  Pendapatan konsumen.
Apabila pendapatan konsumen semakin tinggi akan diikuti daya beli konsumen yang kuat dan mampu untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar, demikian sebaliknya, c.Harga barang/jasa pengganti. Konsumen akan cenderung mencari barang atau jasa yang harganya relatif lebih murah untuk dijadikan alternatif penggunaan. Contohnya: bila harga tiket pesawat Jakarta-Surabaya sama harganya dengan tiket kereta api, maka konsumen cenderung akan memilih pesawat sebagai alat transportasi. Contoh lain: untuk seorang pelajar bila harga pulpen lebih mahal dari pensil, maka ia akan cenderung untuk membeli pensil.
3.                  Harga barang/jasa pelengkap.
Harga barang/jasa pelengkap merupakan kombinasi barang yang sifatnya saling melengkapi. Contoh: kompor dengan minyak tanah, karena harga minyak tanah mengalami kenaikan maka orang beralih menggunakan bahan bakar minyak tanah dan beralih ke bahan bakar gas, e. Perkiraan harga di masa dating. Apabila konsumen menduga harga barang akan terus mengalami kenaikan di masa datang, maka konsumen cenderung untuk menambah jumlah barang yang dibelinya. Contoh: Pada saat krisis ekonomi, ketika konsumen memperkirakan harga-harga sembako esok hari akan melambung tinggi, maka mereka akan memborong sembako tersebut hari ini.
4.                  Intensitas kebutuhan konsumen.
Bila suatu barang atau jasa sangat dibutuhkan secara mendesak dan dirasakan pokok oleh konsumen, maka jumlah permintaan akan mengalami peningkatan. Contoh: kebutuhan akan bahan pokok beras, konsumen bersedia membeli dalam jumlah harga tinggi, walaupun pemerintah sudah menetapkan harga pokok.


Penganggaran RKA-SKPD
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan-pendekatan: Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, yaitu suatu pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Pendekatan Prakiraan Maju, berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.  Pendekatan penganggaran terpadu, penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksankan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana (tidak mengenal anggaran belanja rutin dan pembangunan serta belanja aparatur dan belanja publik).  Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.  Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Dalam pendekatan kinerja ada dua hal penting yang ditekankan, yaitu output dan input  Output (keluaran) : barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan input yang digunakan. Input (masukan) : besarnya sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan suatu program atau kegiatan.Kinerja/prestasi kerja : keluaran/hasil dari kegiatan / program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Substansi definisi mengacu dalam bab ketentuan umum di Permendagri No.17/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Daerah,  pengelolaan keuangan daerah (perencanaan, anggaran, dan akuntansi) antara lain meliputi Barang Milik Daerah.
Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Dalam akuntansi, termasuk dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang diatur dengan PP No.24/2005, istilah barang disebut aset. Dengan demikian, dalam pelaporan barang di Neraca oleh SKPD dan Pemda, istilah barang diganti dengan aset, yang terbagi ke dalam aset lancar, aset tetap, dan aset lainnya.

Analisa Standar Harga Barang
Dalam sistem anggaran berbasis kinerja/prestasi kerja, setiap usulan program, kegiatan dan anggaran SKPD dinilai kewajarannya dengan menggunakan Standar Analisa Belanja (SAB). Analisa Standar Belanja (ASB) adalah standar atau pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu SKPD dalam satu tahun anggaran.  Penilaian kewajaran pembebanan belanja dalam ASB mencakup 2 hal : kewajaran beban kerja dan kewajaran biaya.
Standarisasi harga adalah penetapan besaran harga barang sesuai jenis, spesifikasi, dan kualitas dalam 1 (satu) periode tertentu. Penetapan standar harga biasanya dalam bentuk Peraturan Kepala Daerah dan secara umum mencantumkan standar harga yang lebih tinggi dari harga pasar.
Pendekatan  price setter mencoba untuk menghasilkan (1) Persentase keuntungan dari investasi (2) Total keuntungan spesifik. Pendekatan ini merupakan variasi dari metode biaya rata-rata, yaitu dengan menambahkan sasaran keuntungan.
Penentuan Harga merupakan Keputusan Penting
Ada banyak cara dalam menentukan harga. Namun, untuk lebih ringkasnya, penentuan harga ini dapat dikelompokkan dalam dua pendekatan. Cost-oriented (berorientasi pada biaya) dan demand-oriented  (berorientasi pada permintaan).

Beberapa Perusahaan Hanya Menggunakan Markups
Beberapa perusahaan, termasuk banyak retailer dan wholesaler menentukan harga dengan menggunakan markups – sejumlah harga yang ditambahkan pada biaya produk untuk mendapatkan harga jual.
Analisa Marjinal Mempertimbangkan Biaya dan Permintaan.
Instrumen penentuan harga yang dipunyai pemasar untuk menentukan biaya dan pendapatan (permintaan) pada saat yang bersamaan adalah analisa marjinal. Analisa Marjinal fokus pada perubahan harga pada pendapatan dan biaya total dari menjual satu atau lebih produk untuk menemukan harga dan kuantitas yang memberikan keuntungan paling besar. Analisa marjinal menunjukkan bagaimana biaya, pendapatan dan laba berubah dalam setiap harga. Harga yang memaksimalkan keuntungan adalah suatu harga yang menghasilkan perbedaan paling besar antara pendapatan total dengan biaya total. Pendapatan marjinal adalah perubahan dalam pendapatan total sebagai hasil dari penjualan satu atau lebih produk. Pendapatan marjinal dapat bernilai negatif (-) jika pendapatan total mengalami penurunan dalam setiap penambahan kuantitas produk yang dijual.
Ada jenis biaya lain yang penting dalam analisa marjinal, yaitu biaya marjinal. Biaya marjinal (marginal cost) adalah perubahan dalam biaya total sebagai hasil dari penambahan produksi satu unit atau lebih produk. Dengan kata lain, biaya marjinal adalah tambahan biaya untuk memproduksi satu atau lebih produk. Sebagai pembanding, biaya rata-rata adalah rata-rata bagi semua unit (biaya total dibagi jumlah produk yang dihasilkan).

Pendekatan Orientasi-Permintaan untuk Menentukan Harga
Seorang manajer yang mengerti apa yang mempengaruhi sensitivitas harga dari pelanggan sasaran dapat mengestimasikan kurva permintaan yang dihadapi perusahaan dengan lebih baik. Peneliti pemasaran mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sensitivitas harga dari situasi pasar yang berbeda. Pertama yang paling mendasar. Jika pelanggan sasaran mempunyai jalan pengganti untuk memenuhi kebutuhan, mereka menjadi lebih sensiif terhadap harga. Dampak dari barang pengganti pada sensitivitas harga menjadi sangat besar jika konsumen dapat membandingkan harga. Banyak orang percaya kemudahan membandingkan harga di internet meningkatkan sensitivitas harga dan membuat penurunan harga.
Orang menjadi kurang sensitif jika orang lain yang membayar harga dari suatu barang atau membagi biaya pada orang lain. Sebaliknya, orang menjadi lebih sensitif pada total pengeluaran. Sehingga banyak perusahaan membagi pengeluaran yang harus dikeluarkan menjadi bagian-bagian kecil. Kadang-kadang konsumen menjadi kurang sensitif jika mereka mengalihkan biaya – biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen dari pembelian produk yang berbeda dari yang telah dibeli sebelumnya. Faktor-faktor tersebut berlaku dalam banyak situasi pembelian yang berbeda, jadi suatu hal yang masuk akal bagi manajer pemasaran untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam mengestimasi bagaimana respon konsumen dalam tingkatan harga yang berbeda.
Pembeli organsasi berfikir bagaimana sebuah pembelian akan mempengaruhi biaya total mereka. Banyak pemasar yang berpengaruh dalam pasar bisnis mempertahankan fikiran ini ketika mengestimasi permintaan dan menentukan harga. Mereka menggunakan value in use pricing – menentukan harga yang akan mencakup apa yang akan dihemat oleh konsumen jika menggunakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan mengganti produk serupa yang telah digunakan. Menciptakan produk yang superior yang dapat menghemat uang konsumen tidak menjamin bahwa konsumen akan membayar harga yang lebih tinggi.
Pelelangan selalu menjadi cara untuk menentukan secara tepat apa yang konsumen potensial akan bayar atau tidak untuk sebuah produk. Bagaimanapun juga penggunaan lelang secara online menjadi pendekatan yang sering dipergunakan oleh produk konsumen maupun produk bisnis. Beberapa penjual menggunakan pendekatan lelang dan mengadaptasi pengurangan harga selang beberapa waktu. Ide dasarnya, penjual menjual dengan harga yang relatif tinggidan menjual sebanyak mungkin produk pada harga tersebut, namun dari awal direncanakan bahwa produsen menurunkan harga selangkah demi selangkah sampai semua produk terjual habis.
Beberapa orang tidak terlalu peduli berapa biaya yang mereka bayar untuk produk yang mereka beli. Namun konsumen biasanya mempunyai harga referensi yaitu harga yang mereka harapkan dari banyak produk yang mereka beli. Jika harga suatu produk perusahaan lebih rendah dari harga referensi , pelanggan melihat bahwa produk tersebut mempunyai nilai yang lebih baik dan permintaan terhadap produk tersebut akan meningkat. Kadang-kadang sebuah perusahaan akan memposisikan manfaat dari produk mereka sehingga konsumen akan membandingkan produk mereka dengan produk lain yang mempunyai harga referensi lebih tinggi.
Leader pricing berarti menentukan harga yang sangat rendah untuk menjaring konsumen ke toko retail. Idenya bukan hanya menjual kuantitas sebanyak mungkin dari barang yang sangat laku namun juga membuat konsumen membeli produk lain.
Bait pricing adalah menentukan harga yang sangat rendah untuk menarik pelanggan kemudian menjual model produk yang lebih mahal ketika pelanggan berada dalam toko dengan menjelaskan kelemahan produk yang murah dan menjelaskan keunggulan model lain dari produk sejenis yang lebih mahal.
Psychological pricing berarti menentukan harga yang mempunyai daya tarik istimewa bagi pelanggan sasaran. Beberapa orang berfikir ada banyak range harga yang pelanggan lihat sama. Jadi potongan harga tidak meningkatkan kuantitas penjualan namun menurunkan range harga sehingga pelanggan akan membeli lebih banyak.
Odd-even pricing adalh menentukan harga yang berakhir pada angka tertentu. Sebagai contoh, produk yang dijual dibawah harga $50 seringkali berakhir pada angka 5 atau 9 seperti $49 atau $24,95. Beberapa pemasar menggunakan odd-even pricing karena mereka berfikir bahwa reaksi konsumen terhadap harga ini lebih baik.
Price Lining adalah penentuan beberapa level harga untuk sebuah produk dan mengelompokkan produk tersebut dalam harga-harga tertentu. Contohnya banyak dasi yang berharga antara $20 sampai dengan $50. Dasi tersebut tidak akan dihargai $20, $21, $22 dst namun akan dikelompokkan dalam 4 harga $20, $30,$40 dan $50. Hal ini memudahkan baik pelannggan maupun penjual.
Demand-backward pricing adalah menentukan harga akhir yang dapat diterima oleh pelanggan dan bekerja dibelakang untuk menentukan apa yang dapat dibebankan oleh perusahaan terhadap pelanggan. Contohnya produsen permen, mereka mengurangi ukuran permen sedikit demi sedikit untuk menjaga harga permen tersebut tetap diterima oleh konsumen.
Prestige pricing adalah menentukan harga yang tinggi untuk memberikan sugesti kualitas yang baik atau status yang tinggi. Beberapa konsumen sasaran ingin yang terbaik, jadi mereka akan membeli pada harga yang tinggi.
Full-line pricing dapat diartikan sebagai penentuan harga untuk seluruh lini produk. Bagaimana menentukan hal ini tergantung pada dua situasi dasar yang dihadapi perusahaan.
Di satu sisi, semua produk dalam jalur perusahaan dipengaruhi oleh pasar sasaran yang sama, sehingga penting bagi semua harga dan nilai secara logika dihubungkan. Produsen televisi bisa saja menawarkan beberapa model dengan fitur dan harga yang berbeda agar konsumen mempunyai pilihan. Di sisi yang lain, produk yang berbeda dipengaruhi pasar sasaran yang secara keseluruhan berbeda sehingga tidak ada hubungan antara harga satu produk dengan produk yang lain. Manajer pemasaran harus mencoba menentukan semua biaya pada semua jalur, mungkin dengan mengenakan harga yang rendah bagi produk yang sangat kompetitif dan mengenakan harga yang lebih tinggi untuk produk yang lain yang mempunyai keunikan.
Complementary product pricing adalah penentuan harga dari beberap produk sebagi suatu kelompok. Hal ini dapat mengakibatkan suatu produk mempunyai harga yang lebih murah sehingga keuntungan yang lebih tinggi didapat dari produk lain yang dalam penggunaannya melengkapi produk pertama tadi.
Sebuah perusahaan yang menawarkan beberapa produk yang berbeda bagi pasar sasaran dapat menggunakan product-bundling pricing yaitu menentukan satu harga untuk satu set produk. Perusahaan yang menggunakan product-bundling pricing biasanya mengatur harga secara keseluruhan sehingga konsumen akan membayar harga lebih murah jika membeli produk secara bersama-sama dibandingkan dengan membelinya secara terpisah.
Penawaran dan Negosiasi Penentuan Harga Sangat Tergantung pada Biaya
Bid Pricing berarti menawarkan harga spesifik bagi setiap jenis pekerjaan daripada menentukan harga yang berlaku bagi seluruh konsumen. Problem utama dari bid pricing adalah mengestimasi semua biaya yang akan dikenakan. Hal ini terdengar mudah, namun pada kenyataannya hal ini melibatkan ratusan komponen biaya. Lebih jelasnya, manajemen harus memasukkan biaya overhead dan biaya keuntungan.
Beberapa penjual tidak beretika memberikan penawaran harga berdasarkan cost-plus kontrak dengan merubah catatan mereka agar biaya yang ada terlihat lebih tinggi dari seharusnya. Kompetisi harus dipertimbangkan dalam menambahkan overhead atau keuntungan untuk harga penawaran. Biasanya konsumen mendapatkan beberapa penawaran dan memilih penawaran dengan harga yang paling rendah.
Kadang-kadang konsumen meminta penawaran, kemudian menentukan perusahaan yang memberikan penawaran yang paling menarik untuk melakukan tawar menawar lebih jauh. Apa yang akan dibeli oleh konsumen tergantung pada harga negosiasi yaitu harga yang tercipta dari proses tawar menawar antara penjual dan pembeli.
Metode Penelitian
Rancangan  Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian terhadap masalah-masalah yang berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Sedangkan metode penelitian yang digunakan peneliti dalam menyusun skripsi ini adalah metode penelitian survey, yaitu suatu penelitian yang mengambil sejumlah sampel tertentu dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) sebagai alat pengumpulan data. Pada dasarnya, penelitian ini termasuk explanatory research yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan atau fenomena tertentu, yang selanjutnya dapat menghasilkan informasi pendukung bagi penelitian lebih lanjut.
Populasi  dan  Sampel
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 1999). Populasi dalam penelitian ini adalah standar barang dan harga satuan yang berlaku di pasar di propinsi Jawa Timur yang meliputi : barang inventaris, asset tetap serta untuk identifikasi barang yang diklasifikasikan dalam penggolongkan dalam asset tetap tidak bergerak dan asset bergerak.
Karena sampai saat ini belum terdapat data yang pasti tentang jumlah elemen populasi barang inventaris, asset tetap serta untuk identifikasi barang secara keseluruhan maupun untuk masing-masing golongan dalam asset tetap tidak bergerak dan asset bergerak, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode sampel non probabilitas, yang dilakukan secara convenience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan. Menurut Nur Indriantoro dan Supomo (1999), metode ini memang cocok diterapkan pada penelitian-penelitian penjajakan.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh, mengolah, dan menginterpretasikan informasi dari para responden yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama (Subiyanto, 1933). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner yang diberikan kepada responden untuk diisi guna mendapatkan pernyataan yang mendukung fakta. Dalam penelitian ini, kuisioner bersifat terbuka dan tertutup. Kuisioner yang bersifat terbuka dimaksudkan agar dapat memberikan keluasaan bagi responden untuk menjawab dan memberikan komentar atau alasan atas pendapat yang disampaikan.
Selanjutnya instrumen diuji kesahihan dan keandalannya (uji validitas dan uji realibilitas), sebab instrumen yang tidak sahih dan tidak andal akan menghasilkan data yang bias sehingga tidak dapat diolah lebih lanjut karena akan menghasilkan kesimpulan yang bias. Dalam penelitian ini, kesahihan (validitas) item diperiksa dengan cara mengkorelasi skor butir item dengan total keseluruhan butir item. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa keseluruhan butir item itu sahih. Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah Korelasi Product Moment dari Pearson. Sedangkan untuk mengetahui keandalan instrumen digunakan Koefisien Korelasi Alpha dari Cronbach.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari sumbernya atau data yang belum melalui proses pengumpulan data dari pihak lain. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, yaitu : mengumpulkan data yang dipakai untuk penyusunan landasan teori dengan cara mempelajari buku-buku,literatur, majalah, makalah, internet dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, data primer dikumpulkan melalui survei dengan mengirimkan kuisioner (daftar pertanyaan) kepada responden, baik melalui jasa pos maupun diberikan secara langsung kepada individu yang bersangkutan ataupun menitipkan kuisioner kepada personal contact dari masing-masing Instansi / Perusahaan / Lembaga / Perguruan Tinggi tempat responden bekerja untuk dibagikan ke responden yang dimaksud.
Metode Pengolahan dan  Analisa Data
Dalam penelitian ini data yang terkumpul berupa data kualitatif. Data kualitatif dapat dikuantitatifkan dengan memberi skor (nilai) yang diolah melalui prosedur tertentu (Thanthowi, 1996). Sebelum data yang diperoleh diolah terlebih dahulu akan diorganisir. Beberapa perlakuan dalam mengorganisir data meliputi : Pengeditan (Editing), Pemberian Kode (Coding) dan Pemrosesan  data (data processing).
Setelah data yang terkumpul diorganisir sebagaimana dijelaskan di atas, langkah selanjutnya adalah  pemrosesan atau analisis data. Karena jenis penelitian ini adalah deskriptif, oleh karenanya analisa datanya pun bersifat deskriptif (statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif).Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan.
Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan data dalam bentuk tabel numerik atau grafik.
Informasi Data
Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.                  Data harga pasar masing-masing barang inventaris
2.                  Data satuan harga pemerintahan daerah setempat
3.                  Data harga berdasarkan catalog, brosur dan leaflet
4.                  Data harga berdasarkan penawaran dari supplier atau pihak ketiga
5.                  Data harga perhitungan sendiri (HPS) atas pengadaan yang pernah dilaksanakan
6.                  Data tingkat inflasi tahun terakhir masing-masing darah penelitian.
Hasil Penelitian
Penelitian ini berupa fakta standar harga barang saat ini berlaku dari suatu populasi di Propinsi Jawa Timur khususnya di daerah Bakorwil Bojonegoro, Bakorwil Pamekasan, Bakorwil Madiun dan Bakorwil Banyuwangi
Jawa Timur merupakan sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan Nusa Barung).
Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional.
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 km. Lebar bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 km, namun di bagian timur lebih sempit hingga sekitar 60 km. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 km sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau-pulau, yang paling timur adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil yakni Nusa Barung dan Pulau Sempu. Secara administratif, Jawa Timur terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota, menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia.
Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 37.070.731 jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Malang, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju pertumbuhan penduduk adalah 0,59% per tahun (2004).
Gambar 8.1 : Peta Jawa Timur Koordinat 9º 0' - 4º 50' LS 110º 30' - 116º 30' BT
 
 








Dasar hukum UU No. 2/1950 Tanggal penting Ibu kota Surabaya Gubernur DR. H. Soekarwo, SH, MHum Luas 47.922 km² Penduduk 37.070.731 jiwa (2005) Kepadatan 787/km² Kabupaten 29 Kota 9 Kecamatan 637 Kelurahan/Desa 8.418 Suku Jawa (79%), Madura (18%), Osing (1%), Tionghoa (1%)[1] Agama Islam (90%), Protestan (6%), Katolik (2%), Buddha (0,4%), Hindu (1%), Konghucu (0.6%).

Penelitian ini diawali dengan melakukan survey lapangan untuk mendapatkan data harga barang melalui metode langsung, brosur, leaflet, internet, dan laporan dari dinas terkait, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan sesuai dengan metode yang digunakan.
Dari hasil perhitungan dapatlah disusun standart barang dan harga satuan barang sebagai berikut :
I.                   Bahan Bangunan, Sewa Alat dan Upah Tenaga Kerja
II.                Bidang Peralatan dan Mesin
III.             Gedung dan Bangunan
IV.             Aset Tetap Lainnya
V.                Barang Persediaan dan Pakai Habis
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk harga di bahan bangunan, sewa alat dan upah tenaga kerja sangat tergantung pada sifat, jenis, dan kondisi pekerjaan, serta sangat tergantung pada upah minimum regional. Untuk bidang peralatan dan mesin, sangat tergantung pada kondisi lokasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan. Untuk gedung dan bangunan, relatif tidak tergantung pada harga umum karena sifatnya khusus. Untuk asset tetap lainnya harganya bersifat musiman. Sedangkan untuk barsediaan dan habis pakai harganya sangat tergantung pada perubahan harga pasar.
Dari hasil perhitungan dalam penelitian ini, terlihat bahwa untuk barang-barang elektronik sangat peka terhadap perubahan kurs dan inflasi, serta suku bunga. Sedangkan untuk barang-barang yang lainnya perubahannya sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis pekerjaannya.
Standar barang dan harga satuan barang bukanlah harga yang maksimum, melainkan harga yang tersusun merupakan harga yang memasukkan unsure laba yang diinginkan oleh penyedia barang secara wajar dan mengandung pajak pertambahan nilai, serta pajak lain yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, pengguna hasil penelitian ini hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor sebagaimana tersebut di atas.
Penutup
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :
1.                  Daftar harga satuan barang/ jasa ini disusun sebagai salah satu acuan dalam melaksanakan pengadaan barang di lingkungan Pemerintah Kabupaten dan Kota.
2.                  Harga-harga yang tertera dalam daftar ini bukanlah merupakan harga satuan yang tertinggi, mengingat harga yang dianggap wajar dan menguntungkan Negara pada setiap pelaksanaan pengadaan barang pemerintah sangat dipengaruhi oleh sifat pekerjaan dan spesifikasi jenis barang yang akan diadakan.
3.                  Penyusunan daftar harga satuan ini mempertimbangkan komponen pajak pertambahan nilai (PPN) dan keuntungan pihak penyedia jasa pada setiap harga satuan dasarnya. Harga satuan dasar ini diperoleh dari berbagai sumber antara lain data sekunder standar harga satuan per Bakorwil, survey pasar, internet, katalog.
Demikian Standard Barang dan Harga Satuan barang ini disusun semoga bermanfaat.
Rekomendasi
Agar hasil dari penelitian ini dapat diimplementasikan, maka dapat disusun rekomendasi sebagai berikut :
1.                  Perlu disosialisasikan kepada instansi terkait dan pengguna hasil penelitian ini di Provinsi Jawa Timur.
2.                  Sebelum melakukan sosialisasi, perlu dilakukan koordinasi antar instansi yang terkait untuk melakukan pembahasan agar tercapai kesamaan persepsi dan sinkronisasi.
3.                  Setelah itu hasil koordinasi ini perlu diatur dalam bentuk Peraturan Daerah.